Mengenal Filosifis Honai, Rumah Tanpa Jendela Yang Unik di Papua

  • 11 Februari 2022
  • latifah
  • 1195

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman, salahsatunya rumah adat yang memiliki ciri khas di setiap daerahnya. Satu diantaranya adalah Rumah honai, rumah adat suku Dani yang tinggal di lembah Baliem, Jayawijaya, Papua.

 

Dalam buku “Rumah Adat Nusantara” yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dijelaskan, rumah Honai tidak dapat ditemukan di seluruh Papua, hanya dapat temui di lembah-lembah dan pegunungan di tengah pulau Papua, terutama pada ketinggian 1.600-1.700 mdpl.

Rumah Honai terdiri atas 3 jenis, yaitu: Honai (Rumah untuk para lelaki),  Ebei (Rumah untuk para Wanita) dan Wamai (Rumah untuk ternak).

 

Rumah Honai dibuat berkelompok karena terkadang satu keluarga membutuhkan lebih dari satu rumah untuk tempat ternak dan anak-anak yang sudah dewasa.

 

Rumah Honai memiliki tinggi 2 hingga 2,5 meter dan terdiri atas 2 lantai. Lantai pertama biasanya digunakan untuk tempat tidur, sedangkan lantai kedua digunakan sebagai tempat beraktivitas, ruang santai, ruang makan, tempat mengerjakan kerajinan tangan, dan lain-lain.

 

Walaupun terlihat mungil, dilansir dari rumah.com rumah Honai memiliki filosofis berbagai makna kehidupan, berikut filosofisnya:

 

1. Nilai menjaga kesatuan dan persatuan

 

Honai memiliki nilai menjaga kesatuan dan persatuan sesama suku, serta mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur untuk selamanya. Contoh kesatuan dan persatuan dalam Honai adalah rumah adat ini hanya boleh dibangun oleh laki-laki secara bergotong royong.

 

Di sisi lain, waktu pembangunan pun ditentukan secara spesifik dan harus diikuti, agar pembangunannya tidak terhambat oleh cuaca ataupun ancaman bencana alam. Selain itu, ada aturan yang harus dipatuhi dalam pembangunan Honai.

 

Salah satunya adalah penempatan pintu rumah, yang posisinya harus bertemu dengan arah matahari terbit atau tenggelam. Arah tersebut dinilai dapat membuat penghuni Honai lebih siaga jika terjadi kebakaran atau serangan musuh datang.

 

2. Sehati, satu pikiran, dan satu tujuan

 

Dengan tinggal di dalam satu Honai, semua orang akan sehati, satu pikiran, dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Honai dan Ebe'ai juga merupakan sarana pendidikan. Di dalam Honai, anak laki-laki dilatih agar menjadi orang yang kuat saat dewasa nanti sehingga ia kelak dapat melindungi sukunya. Sedangkan di Ebe'ai, para perempuan dewasa akan bersama-sama melakukan proses pendidikan bagi anak perempuan yang beranjak dewasa. Remaja perempuan juga diajarkan hal-hal yang akan dihadapi ketika menikah.

 

3. Simbol kepribadian dan harga diri

 

Rumah Honai merupakan simbol kepribadian dan harga diri penduduk suku Dani yang harus dijaga oleh keturunan atau anak cucu mereka di kemudian hari. Di tengah modernitas, arsitektur tradisional Honai masih tetap dipertahankan. Material yang digunakan untuk membuat Honai 100% berasal dari bahan alami yang dapat diperbaharui, mulai dari rangka kayu, dinding anyaman, hingga atap jerami merupakan bahan yang ramah lingkungan. Hal ini menjadi contoh bagi arsitektur generasi sekarang bahwa jauh sebelum dikenalnya ilmu arsitektur hijau, nenek moyang kita di Indonesia sudah menerapkannya.

 

Bentuk rumah dengan atap menutup hingga ke bawah juga bertujuan untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan, sekaligus meredam hawa dingin agar tidak masuk ke dalam rumah. Alasan ketiadaan jendela di rumah Honai juga karena suhu di area setempat bisa mencapai 10 – 15 derajat Celcius pada waktu malam.

 


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

N. S. Latifah

Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme