Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Kisah tragis yang mengiris hati setiap orang tua terungkap di Denpasar, Bali, Rabu (10/6/2015). Gadis cilik berparas manis, Angeline, yang dilaporkan orang tua angkatnya hilang pada 16 Mei 2015 lalu justru ditemukan tewas. Jasad bocah berumur 8 tahun itu dikubur dengan memeluk boneka Barbie kesayangannya. Kuburan tersebut ditemukan di dekat kandang ayam di belakang rumah orang tua angkat Angeline di Jalan Sedap Malam 26, Denpasar.
Karolin Rumandjo, S.Psi.,M.Psi.,Psi dosen Fakultas Psikologi Untag Surabaya mengatakan dari pengamatannya bahwa keluarga angkat Angeline, terutama ibu angkatnya terindikasi gangguan psikis sosial yang rendah. “ Bisa dilihat dari model rumah dan situasi lingkungannya,” Kata Karolin di kantornya, Selasa (16/6/2015).
Selain bisa dilihat dari model rumah dan situasi lingkungannya, Karolin juga menjelaskan bahwa rasa kasih sayang keluarga Angeline antara ibu dan anak belum jelas. Pada manusia yang normal dalam kondisi psikologi yang baik tidak akan terjadi peristiwa seperti itu. “ Anak itu sudah diasuh cukup lama, tetapi tidak terbentuk bonding yang jelas antara anak dan ibu,” imbuh ketua Job Placement Centre (JPC) Untag Surabaya itu.
Mengenai motif pembunuhan, sumber Bali Express (Radar Bali Group) di Polresta Denpasar mengungkapkan, muncul dugaan keluarga tersebut iri dengan jatah warisan yang akan diterima Angeline dari ayah angkatnya yang sudah meninggal. Diduga, dua kakak angkat Angeline, Ivon (kakak pertama) dan Cristina (kakak kedua), menjadi otak pembunuhan tersebut.
“ Bagi orang yang mengganggap bahwa nilai tertinggi dalam kehidupannya adalah materi maka tatanan norma tidak akan diperhatikan. Itu memicu manusia untuk bertindak dibatas pemikiran atau di luar tatanan norma yang berlaku,” jelas Karolin.
Dengan banyaknya kasus kekerasan di keluarga khususnya pada anak usia dini. Maka, Karolin menilai bahwa pendidikan psikologi keluarga sangat dibutuhkan, mengingat kehidupan anak di masa golden age mudah menyerap apa yang dia pelajari, sehingga tidak boleh diperlakukan seenaknya melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.
“ Saya berharap pendidikan psikologi keluarga itu harus lebih diperhatikan. Andaikan pemerintah berkonsentrasi bahwa di setiap RT dikumpulkan dan diberikan informasi terkait psikologi keluarga, memang kerja keras, tetapi itu merupakan investasi jangka panjang yang sangat berharga,” tutup Karolin.