Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Psikologi forensik merupakan penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum. Menurut Ketua Asosiasi Psikologi Forensik, Dra. Reni Kusumawardhani, M.Si., Psikolog bahwa dalam pemeriksaan Psikologi Forensik harus diawali oleh observasi dengan berpegang pada 4 pilar psikologi forensik.
‘’Untuk mengindari terjadinya bias, maka hasil observasi harus ditelaah secara teoritis yaitu dengan berpegang pada 4 pilar psikologi forensik. Intinya psikolog harus membangun pemahaman tentang terorisme terlebih dahulu,’’ ucap Reni Kusumawardhani di kuliah tamu Fakultas Psikologi UNTAG Surabaya dengan tema ‘’Pemeriksaan Psikologi Forensik Tersangka Teroris’’, Jum’at lalu (26/10).
Dalam kuliah umum yang diikuti oleh mahasiswa Magister Psikologi (MAPSI) dan Magister Psikologi Profesi (MAPRO) di Meeting Room Graha Wiyata lt.1 UNTAG Surabaya, Reni menjelaskan bahwa Psikologi Forensik berbeda dengan Psikologi Sosial.
‘’Kenapa berbeda, karena Psikologi Sosial dikemas dengan Peraturan Perundangan yang ada. Sedangkan Psikologi Forensik berorientasi mikro yakni berpegang pada Psikologi dan makro yakni berpedoman pada Hukum,’’ jelasnya.
Lebih lanjut Reni menjelaskan, ketika pemeriksaan Psikologi Forensik pada tersangka terorisme maka yang harus dilakukan adalah wawancara radikalisme. Lalu dilanjutkan dengan proses penyidikan.
‘’Dalam proses proses pemeriksaan ini kita harus membaca KUHAP agar kita tidak tergugat. Karena itulah mengapa kita harus tahu kenapa psikologi bisa masuk ke ranah hukum,’’ terangnya.
Selain itu Psikolog asal RSUD Cilacap ini, juga menjelaskan terorisme termasuk kejahatan non konvensional.
‘’Yang harus dilihat adalah modus, sasaran, motif, operandi, pola kejahatan, pola korban, dan pola pelaku. Bukan agama, politik, atau hukum yang perlu diperiksa tetapi lebih kepada perilaku dan psikologis tersangka. Hal ini guna melihat dimana mereka berafiliasi dan terlibat. Meskipun konteks yang diperiksa hanya psikologi; konteks agama, politik, atau hukum pun tetap perlu dipelajari,’’ ujarnya.
Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme