Pendidikan Karakter Menjadi Modal Pemberantasan Korupsi di Indonesia

  • 14 Desember 2016
  • 5710

Fakultas Hukum (FH) UNTAG Surabaya menghadirkan mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dr. Abraham Samad, S.H.,M.H dalam acara kuliah umum yang bertajuk ‘Penanggulangan Korupsi: Antara Harapan dan Kenyataan’ di Gedung Graha Wiyata lantai 9, Selasa (13/12/2016).

Di awal kuliah umumnya Abraham Samad mengatakan, dalam mencetak generasi muda antikorupsi tidak semudah membalikan telapak tangan, pertama-tama yang harus dimiliki adalah memiliki pemahaman tentang apa itu korupsi. Dia juga menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang besar, dihuni oleh 250 juta jiwa, memiliki hampir 18.000 pulau. Seharusnya di negera yang besar ini tidak ada orang yang tidak bisa sekolah, tidak ada pengangguran, atau menghembuskan nafas di rumah sakit karena tidak bisa diobati.

“Jumlah pengangguran di Indonesia ada sekitar 28 juta, 11 prosen dari total jumlah penduduk, ini bukan angka yang kecil dan sangat memprihatinkan. Padahal, kita punya gas alam yang luar biasa, emas, batubara, bijih besi, nikel, minyak, dan lain sebagainya. Sumber daya ini hanya dinikmati oleh segelintir orang, yaitu pengusaha nakal dan birokrat korup,” katanya

Menurut dia, korupsi disebabkan oleh sistem pendapatan yang tidak seimbang, sejarah dan politik yang masih dikuasai orang-orang yang sama, sistem desentralisasi, ketidakpastian hukum, dan penegakan hukum yang buruk. Abraham Samad menyebutkan bahwa korupsi sekarang ini sudah mengalami evolusi atau metamorfosa.

“Kalau dulu orang melakukan korupsi pada umur 40 tahun ke atas, tetapi sekarang umur 29, 32, 33 tahun pun sudah korupsi. Artinya apa, generasi muda sekarang tidak luput dari korupsi. Korupsi sudah mengalami evolusi,” jelasnya.

Lebih lanjut Abraham Samad mengatakan, bahwa Indonesia sebenarnya mempunyai kesempatan baik untuk memberantas atau paling tidak meminimalisir korupsi pada awal bergulirnya reformasi, yaitu pada tahun 1998, dengan cara pembenahan hukum. Sayangnya pada waktu itu pemerintah lebih rajin memperbaiki sistem politik dan demokrasi, karena hanya ingin mendapat pengakuan dari negara lain bahwa sistem demokrasi di Indonesia adalah yang paling baik.

“Akhirnya, jadi seperti sekarang ini, yang bisa menjadi bupati atau kepala daerah adalah mereka yang mempunyai banyak uang. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan KPK dulu hampir tidak ada Pilkada yang tidak money politik, yaitu 98 prosen money politik,” paparnya.

Dia menjelaskan, saat ini yang bisa memperbaiki kondisi Indonesia yang menderita penyakit korupsi adalah melalui jalur pendidikan, baik formal maupun non-formal yang menerapkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang didalamnya menanamkan nilai-nilai integritas seperti kejujuran, kepedulian, kemandirian, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, dan keadilan.

“Cara memerangi korupsi adalah perangi dengan gigih, perangi dengan adil, perangi selama mungkin, optimis menang, dan kekuatan rakyat adalah yang paling penting, artinya dilakukan dengan gerakan sosial yang melibatkan semua elemen baik pemerintah, penegak hukum, dan rakyat,” ujar Abraham Samad.

Kuliah umum yang berlangsung sekitar dua jam tersebut diikuti oleh 600-an mahasiswa dan jajaran rektorat mulai dari rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, kaprodi, dosen, dan karyawan.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id