Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Sitti Maimunah mahasiswa Fakultas Hukum (FH) UNTAG Surabaya melakukan penelitian tentang “ Tinjauan Yuridis Imunitas Hakim Dalam Kekuasaan Kehakiman ”. Adapun tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui Tinjauan Yuridis Imunitas Hakim Dalam Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.
Sistem hukum di dalam kekuasaan kehakiman khususnya mengenai imunitas yudisial yang merupakan suatu bentuk imunitas hukum yang melindungi para hakim dari gugatan hukum atas tindakan yang mereka lakukan dalam menjalankan tugas. Keistimewaan yuridis yang semacam ini akan memberikan space yang tidak terbatas kepada aparat hukum di lapangan jika tidak disertai dengan pengaturan yang jelas dan tegas. Konsep kekuasaan kehakiman yang merdeka ditambah lagi dengan imunitas yudisial ini akan menjadi sebuah absoluditas yang sempurna. Karena akan menjadi tempat berlindung para hakim yang cacat hukum dalam menjalankan tugasnya, baik secara procedural atau substansial dan bahkan akan menjadi peluang untuk melakukan tindakan korupsi peradilan (judicial corruption) . Atas dasar hel tersebutlah Maimunah tertarik melakukan penelitian.
Jenis penelitian yang Maimunah gunakan yaitu penelitian yuridis normatif. Sedangkan pendekatan masalah yang dia gunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) , pendekatan khasus (case approach) , pendekatan historis (historical approach) , pendekatan perbandingan (comparative approach) , dan pendekatan konseptual (conceptual approach) . Bahan yang sudah terkumpul dilakukan dengan analisis kualitatif yaitu dengan cara menarik asas-asas hukum, menelaah sistematika peraturan perundang-undangan, menilai taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.
Adapaun kesimpulan Maimunah dalam penelitiannya adalah imunitas yudisial hakim merupakan entitas dari independensi yudisial dalam kekuasaan kehakiman. Dimana imunitas yudisial itu sendiri merupakan suatu bentuk imunitas hukum yang melindungi para hakim dari gugatan hukum atas tindakan yang mereka lakukan dalam menjalankan tugas yudisialnya tidak dapat direvisi oleh otoritas nonyudisial. Dalam arti pula, revisi putusan hakim hanya melalui upaya hukum melalui prosedur upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Dari hasil penelitiannya ditemukan juga bahwa imunitas yudisial belum diatur secara jelas dan tegas dalam peraturan perundang-undangan. Melainkan hanya diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 09 Tahun 1976 dimana di dalamnya tidak ada rumusan pembatas yang jelas. Dalam hal, sebagai bentuk kontrol terhadap hakim yang telah melanggar rambu-rambu hukum yang nyata, bersifat elementer dan substansial dalam sistem penegakan hukum. Disadari atau tidak, secara langsung atau tidak langsung, imunitas yudisial ini menjadi tempat berlindung bagi hakim yang melakukan kesalahan. Hal ini justru dapat mengancam para pencari keadilan dan keadilan itu sendiri.
Di dalam penelitiannya, Maimunah memberikan saran tentang pentingnya untuk memberi pembatas/perkecualiannya. Hal tersebut diharapkan, agar hukum tidak dapat direkayasa, disimpangi atau diplintir oleh aparat penegak hukum maupun pencari keadilan sendiri. Rumusan hukum harus jelas, tegas, sempit, dan ketat. Karena jika rumusan hukum yang kabur tidak dapat mendidik warga bangsanya tetapi justru membingungkan dan membeir peluang kepada para profesional hukum untuk menafsirkan sesuai selera dan pandangan subjektifnya.
Maimunah berharap penelitiannya bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran ataupun masukan-masukan terhadap pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan khususnya di bidang hukum tata Negara yang berkaitan dengan Peradilan di Indonesia khususnya Imunitas Yudisial dalam Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, memberikan masukan bagi institusi peradilan dan hakim selaku penyelenggara/pelaksana kekuasaan kehakiman agar bersikap sesuai dengan rambu-rambu dan cita bernegara bangsa Indonesia seperti dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.