Peraturan Yang Mengatur Tentang Jabatan PPAT Seharusnya Diatur Dalam Undang-Undang

  • 25 Mei 2015
  • 5827

Eko Handoko Widjaja mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum (FH) Untag Surabaya pada hari jumat, 22 Mei 2015 berhasil mempertahankan disertasinya dihadapan para penguji di Ujian terbuka di ruang meeting room 1 gedung Graha Wiyata lantai 1. Adapun disertasinya adalah Karakteristik Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan Atas Tanah Terkait Dengan Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Sistem Hukum Di Indonesia.

Secara teoritis dan filosofis tanah memiliki nilai ekonomis sehingga dapat terlihat betapa pentingnya arti tanah dalam kehidupan bermasyarakat. Tanah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat karena mempunyai hubungan ekonomi sebagai salah satu faktor produksi, bahkan tanah merupakan hubungan emosional dengan masyarakat pemiliknya.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pejabat yang ditugaskan membuat akta tentang peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya yang didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (pasal 37 PP Nomor 10 tahun 1961). Meskipun tugasnya merupakan bagian dari tugas pendaftaran tanah karena akta-akta yang dibuatnya bukan merupakan suatu keputusan, akan tetapi merupakan akta yang membuktikan adanya perbuatan hukum para pihak yang termasuk dalam hukum perdata, tidaklah dapat dikatagorikan sebagai pejabat tata usaha negara. Untuk menelaah lebih lanjut tentang kedudukan PPAT dan kekuatan eksekutorial dari sertifkat hak tanggungan terlebih dahulu perlu dikaji pengertian asas hukum dan sistem hukum. Berdasarkan latar belakang di atas Eko Handoko Widjaja yang berprofesi sebagai notaris tersebut tertarik melakukan penelitian disertasinya.

Tujuan disertasi Pria kelahiran Sumenep, 7 Mei 1948 itu adalah untuk menganalisis dan menemukan eksistensi PPAT dalam sistem hukum Indonesia, mengkaji dan menemukan kekuatan eksekutorial sertifikat hak tanggungan atas tanah.

Dalam disertasinya bapak empat orang anak tersebut menyimpulkan bahwa eksistensi PPAT dalam sistem hukum di Indonesia, bahwa kewenangan PPAT untuk membuat alat bukti tertulis yang otentik tidak diperoleh dari undang-undang (cara atribusi) dan juga bukan pelimpahan wewenang dari suatu badan administrasi negara yang telah memperoleh suatu kewenangan pemerintahan secara atributif. PPAT bukan pejabat umum yang berhak membuat akta otentik dan juga bukan pejabat tata usaha negara.

Kekuatan eksekutorial sertifikat hak tanggungan atas tanah dan akibat hukumnya, lanjut dia, bahwa sertifikat hak tanggungan tidak dapat menggantikan grosse akta hipotek karena sertifikat hak tanggungan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, karena terdapat cacat hukum yang berkaitan dengan sertifikat hak tanggungan, yaitu akta hak tanggungan tidak otentik, titel eksekutorial diberikan oleh kepala kantor pertanahan yang tidak berwenang melakukan kegiatan kekuatan kehakiman, tidak berwenang dalam bidang regelgeving dan rechstspraak, titel eksekutorial tidak pada kepala akta tetapi pada sampul sertifikat dan pelanggaran hukum tentang salinan akta hak tanggungan yang merupakan bagian sertifikat hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT, tetapi seolah-olah dibuat oleh kepala kantor pertanahan.

Berdasarkan kesimpulan tersebut Eko Handoko Widjaja memberikan dua saran di disertasinya, yaitu (1) Peraturan yang mengatur tentang jabatan PPAT seharusnya diatur dalam undang-undang, bukan dengan peraturan pemerintah, (2) Akta hak tanggungan harus dibuat oleh pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yakni titel eksekutorial harus dibubuhkan oleh pejabat yang membuat akta tanggungan, eksekutorial dibubuhkan pada kepala akta hak tanggungan dan turunan akta hak tanggungan harus dibuat oleh pejabat yang membuat akta hak tanggungan.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id