Perlu Adanya Undang-Undang Mengenai Perlindungan Bagi Konsumen Perumahan

  • 09 Juni 2015
  • 5836

Eky Septiana Widodo  Melalui hasil peneliatian  “ Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Perumahan Yang Dirugikan Oleh Pelaku Usaha Jasa Pengembang Perumahan”. berhasil meraih gelar sarjana hukum lulusan terbaik pada wisuda tahap pertama tiga bulan lalu, 14 Maret 2015.

Mahasiswi kelahiran Sidoarjo, 19 September 1992 itu mengatakan adanya praktek jual beli rumah yang masih dalam tahap pembangunan atau dalam tahap perencanaan menggunakan dokumen hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dalam proses jual beli. Dasar pemikiran hukumnya, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) bukanlah perbuatan hukum jual beli yang bersifat riil dan tunai. “ Perjanjian PPJB merupakan kesepakatan 2 pihak untuk melaksanakan prestasi masing-masing di kemudian hari,” kata Eky.

Pelaksanaan jual beli, tambah Eky, dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), bila bangunan telah selesai, bersertifikat dan layak huni. Tidak jarang harga jual sudah disepakati ternyata tidak diikuti dengan pelayanan yang baik kepada konsumen perumahan. “ Misalnya: kualitas bangunan, pelayanan prajual maupun purnajual, dan sebagainya,” ujar Eky.

Dalam penelitiannya Eky menyimpulkan bahwa pembuatan PPJB rumah sebagai standar kontrak yang dibuat secara penuh oleh pengembang perumahan (developer), yang digunakan sebagai dokumen atas adanya hubungan hukum antara pengembang perumahan (developer) dan konsumen perumahan pada kenyataanya masih banyak yang tidak sesuai dengan Pasal 1320 djo 1338 KUH Perdata karena pada proses pembuatannya pihak konsumen tidak diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya untuk menerima ataupun menolak terhadap klausula-klausula yang sudah ditetapkan oleh pihak pengembang dalam PPJB tersebut. Pihak konsumen tidak diberi kesempatan untuk ikut andil dalam menentukan klausula-klausula perjanjian serta merubahnya.

Hal ini tentu saja bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab dan asas hukum nasional karena sesungguhnya tidak ada kebebasan kehendak dalam membentuk atau melahirkan konsensus atau kesepakatan terhadap PPJB. “ Oleh karena itu, keabsahan PPJB masih diragukan apakah ada akibat hukum diantara konsumen dan pengembang perumahan apabila masih terdapat hal-hal yang merugikan konsumen dalam proses pembuatan maupun isi dari PPJB rumah tersebut,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Eky, perlindungan hukum bagi konsumen perumahan dan permukiman telah diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan, yang utama adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dimana UUPK telah mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, penyelesaian sengketa maupun sanksi.

Pada prakteknya, UUPK masih belum cukup mampu untuk memberikan efek jera bagi pengembang perumahan (developer) yang mempunyai itikad tidak baik dan merugikan konsumen dengan maksud memperoleh keuntungan. “ Hal ini dikarenakan tidak adanya sistem yang jelas dalam UUPK yang mampu menjerat pengembang perumahan yang berbuat curang, serta tidak adanya peraturan pemerintah yang mengikuti UUPK dalam hal pelaksanaanya,” kata gadis yang berdomisili di Citra  Surodinawan Estate SMB IX No. 18 Surabaya tersebut.

Menurut Eky, perlu adanya peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan bagi konsumen perumahan yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini sangat penting mengingat semakin pesatnya kebutuhan konsumen akan rumah (perumahan) saat ini yang dalam transaksi jual beli rentan mendapat perilaku curang dari pihak pengembang perumahan (developer). “ Dimana UUPK yang saat ini menjadi alat perlindungan hukum bagi konsumen perumahan kurang memberikan perlindungan terhadap konsumen perumahan karena sistem yang diatur dalam UUPK belum jelas untuk dapat menjerat pengembang perumahan yang mempunyai itikad tidak baik,” tutupnya.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id