Perpecahan Di DPR RI Akan Mempersulit Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK

  • 10 November 2014
  • 5982

Perpecahan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan mempersulit kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Jika kekisruhan di DPR berlangsung lama maka Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) akan terhambat pengesahannya.

Achludin Ibnu Rochim,SH, MSi, Dosen Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Sosial dan Ilmu Politk (FISIP) Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya mengatakan bahwa di DPR RI sekarang ini ada dua kubu yang sama-sama mempunyai kepentingan yang tidak jelas, seharusnya sekarang ini DPR sudah mulai menjalankan fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan, malah terjebak dengan bagi-bagi kursi alat kelengkapan dewan, dalam persoalan kubu-kubuaan seperti itu kalau dua-duanya merasa untuk kebaikan bangsa seharusnya tidak perlu ada perpecahan.

 “Jika perpecahan di DPR ini tetap dilanjutkan maka nanti pemerintahan baru tidak bisa bekerja. Jokowi-JK harus segera bekerja melakukan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara butuh dana. Dana itu diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Untuk bisa jadi APBN pemerintahan JokowI-JK harus mengajukan RAPBN. Persoalannya adalah RAPBN ini tidak akan bisa disahkan oleh DPR RI jika masih ada dualisme pimpinan di DPR,” tambah beliau.

“Jokowi-JK tidak bisa mengajukan RAPBN karena ada DPR tandingan. Jika tidak ada APBN Jokowi tidak bisa kerja. Artinya adalah carut-marut kekacauan ataupun pemerintahan tidak bisa segera kerja hari ini bukan kesalahan Jokowi tetapi kesalahan DPR. Jika DPR tidak pecah APBN sudah ada dan Jokowi sudah bisa kerja tetapi karena pecah Jokowi terpaksa memakai APBN pemerintahan sebelumnya sehingga muncul masalah baru yaitu nomenklatur kabinet terlanjur dirubah sedemikian rupa oleh Jokowi sehingga pos-pos di dalam APBN baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan tidak cocok. Contoh di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pos pengeluaran untuk pendidikan hanya anggaran milik pendidikan nasional tetapi hari ini ada dua yaitu Kementerian Pendidikan dan Riset, dan Kementerian Pendidikan Dasar Menengah. Jadi Jokowi tidak akan pernah bisa memakai anggaran itu karena posnya tidak sama. Kalau pos pengeluaran tidak sama tetapi tetap dipaksakan maka Jokowi melakukan kesalahan dan akan mendapatkan teguran dari DPR,” lanjutnya.

Achludin Ibnu Rochim,SH, MSi, mengatakan solusi dari persoalan tersebut adalah para pimpinan Partai Politik (Papol) bertemu untuk membicarakan penyelesaian konflik yang ada untuk mempersatukan DPR kembali. Sehingga pemerintahan Jokowi-JK bisa segera bekerja.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id