Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Pemeliharaan ikan lele di Desa Nogosari Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan oleh dosen UNTAG Surabaya, Ir. Suko Istijanto, Dipl. TRP, MT (Ketua), melalui program Iptek Bagi Masyarakat (IbM). Dalam melaksanakan kegiatan IbM ini Ir. Suko dibantu Dra. Rachmawati Novaria, MM, dan Drs. Ute Ch. Nasution, MS.
Ir. Suko kepada warta17agustus.com mengatakan, Desa Nogosari Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan terletak di wilayah yang jauh dari ibu kota kabupaten. Selain bertani, masyarakat memiliki banyak pekerjaan sampingan sebagai pemelihara ikan lele. Hasil utama dari kegiatan tersebut untuk dikonsumsi dan dijual kepada masyarakat sekitarnya. Selama ini masyarakat menggunakan makanan jadi (pabrikan), yang didapatkan dari kota Pacitan atau Tulungagung yang berjarak sekitar 50 km dari desa. Atau kalau membeli dari ibu kota kecamatan, barang tidak selalu tersedia dan harganya lebih mahal.
“Pakan yang dibutuhkan untuk setiap 1.000 bibit ikan lele mulai dari benih sampai dengan siap panen menghasilkan sekitar 75 – 100 kg lele, 3 karung dengan harga sampai Rp. 855.000,-. Harga jual ikan lele sekitar Rp. 13.000,- per kg. Harga pakan yang mahal dan harga jual lele yang rendah ini menjadikan usaha yang dilakukan tidak berkembang,” ungkap dosen Fakultas Teknik itu.
Pada sisi yang lain, jelas Ir. Suko, di Desa Nogosari dan sekitarnya banyak tersedia bahan baku untuk pembuatan pakan lele dengan harga yang murah, karena dihasilkan dari kebun dan ladang mereka sendiri. Hal ini akan sangat membantu masyarakat bila dapat memanfaatkannya. Oleh karena itu, program mandiri pakan diharapkan dapat membantu usaha mereka baik bagi masyarakat desa Nogosari maupun beberapa desa lainnya.
“Itulah permasalahan dan harapan dari Bapak Turmadi dan Bapak Joko Suprapto, dua orang pemelihara ikan lele yang tergabung dalam kelompok pemelihara ikan lele di wilayah desa Nogosari dan menjadi mitra kegiatan IbM,” tambahnya.
Permasalahan yang dialami oleh anggota kelompok pemelihara ikan lele ini adalah tidak dapat memanfaatkan bahan baku yang tersedia untuk menunjang usaha sampingan mereka dan pada waktu panen, banyak umbi-umbian membusuk. Hal ini karena mereka tidak atau belum memiliki mesin pembuat granule untuk membuat pakan ikan dalam bentuk granule. Sehingga solusi yang ditawarkan, tim IbM menyiapkan program pembangunan teknologi tepat guna berupa mesin granule, yaitu mesin pembuat makanan ikan dalam bentuk butiran kering.
Lebih lanjut Ir. Suko mengatakan, dalam realiasasi program IbM ini, tim pelaksana melakukan tahapan pendekatan dengan cara pengkondisian situasi, yaitu menciptakan suasana kekeluargaan antara tim IbM dan kelompok pemelihara lele, gotong royong seluruh anggota kelompok pemelihara lele dilibatkan untuk berpartisipasi. Pendekatan ini dimaksudkan agar para pemelihara ikan lele punya rasa ikut memiliki teknologi (mesin granule) yang dihasilkan. Transfer ilmu dan teknologi tentang pembuatan makanan ikan ini dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Bagi masyarakat desa lain kegiatan IbM ini bisa dipakai sebagai percontohan dan para pemelihara ikan lele terlatih di dalam pembuatan granule dan mampu menyebarluaskan teknologi ini ke masyarakat luas lainnya.
“Target kita melalui program IbM ini adalah terbangunnya percontohan teknologi tepat guna mesin granule bagi kelompok pemelihara ikan lele dan masyarakat sekitar, terciptanya produk pakan ikan alternatif dalam bentuk butiran kering jagung dan ubi,” ujar Ir. Suko.
Program IbM, ini diusulkan oleh LPPM UNTAG Surabaya yang memiliki visi-misi sejalan dengan Program DIKTI tentang Pengabdian Masyarakat dan berkomitmen untuk ikut serta dalam menanggulangi kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat melalui penelitian dan pengabdian.