Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Seminar ‘’Apakah RUU KUHP dapat mewujudkan kepastian, kemanfatan dan keadilan hukum?’’ telah diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Untag Surabaya, Kamis (26/09/19) di Gedung Graha Widya lantai 2 Untag Surabaya. Kegiatan tersebut terselenggara karena menyikapi pro dan kontra RUU KUHP yang akan disahkan oleh DPR RI.
Dr. Syaiful Ma`arif S.H., C.N., M.H., advokat sekaligus praktisis hukum sebagai salah satu pemateri dalam acara tersebut menerangkan, beberapa pasal dalam RUU KUHP yang baru banyak menuai penolakan karena dianggap tidak masuk akal. Salah satunya adalah aturan tentang pengacara (advokat), contohnya dalam Pasal 281 RKUHP dianggap lebih melemahkan fungsi dari pengacara (advokat) itu sendiri.
‘’Bukan hanya mahasiswa yang menolak RUU KUHP, kami pun dari kalangan pengacara juga menolaknya. Tetapi cara dan catatan kami berbeda dengan mahasiswa,’’ pungkasnya.
Lebih lanjut, Ma’arif menjelaskan dalam RKUHP yang baru, pengacara dapat terjerat pasal apabila bersikap tidak hormat kepada hakim. Kemudian, pengacara juga dilarang untuk menggalang dukungan atau pendapat publik mengenai perkara yang sedang ditanganinya, seperti memanfaatkan publikasi media.
‘’Dalam Pasal 281 RKUHP membuka penafsiran bahwa setiap orang termasuk advokat yang mewakili kepentingan hukum kliennya tidak diperbolehkan atau setidak – tidaknya dibatasi oleh delik ini untuk melakukan upaya hukum termasuk pemerintah pengadilan atau penetapan hakim. Pasal ini seolah memaksa advokat untuk setuju dengan pandangan hakim, padahal dalam persidangan dimungkinkan adanya beda pendapat antara advokat dan hakim. Dan ini sangat tidak masuk akal,’’paparnya kepada seluruh peserta.
Sementara itu dari segi akademisi, dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya, Dr. Yovita Arie Mangesti S.H., M.H., mengatakan 74 tahun Indonesia memakai produk kolonial, maka beberapa kali KUHP di revisi. Ada beberapa pasal kontrofersional dalam RKUHP yang baru, tetapi masyarakat juga harus bisa menghargai beberapa pasal yang lebih baik. Karena pemerintah sudah berusaha memberikan payung hukum yang lebih baik dalam beberapa pasal itu.
‘’Tidak semua aturan khusus (lex spesialis) dapat dikodifikasikan menjadi satu dalam KUHP yang baru, karena akan ada organ – organ negara yang membingungkan nantinya. Tetapi diluar konteks itu, secara spirit kita harus tetap mendukung karena sudah lama kita memakai produk kolonial dan sudah seharusnya ada produk terbaru yang lebih relevan di masyarakat. Dengan catatan, secara substansial tetap harus kita kawal agar tidak merugikan masyarakat,’’ tutup Yovita.