Seminar Penegakan Hukum Kebiri, Pidana Mati Dan Rehabilitasi

  • 22 Juni 2016
  • latifah
  • 5792

Mohammad Afifudin Soleh, Edo Prasetyo Tantiono, Madjidah Dunisak, Lukman Hakim, Ifada Qurotta A’yun Amalia, Iva Devi Ratnaningsih, Willa Wildayanti, mahasiswa Fakultas Hukum (FH), Fakultas Psikologi (FPs) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Untag Surabaya menjadi narasumber dalam acara seminar penegakan hukum kebiri, pidana mati dan rehabilitasi yang diselenggarakan FH Untag Surabaya pada tanggal 11 Juni 2016 lalu di Graha Wiyata lt. 9 Untag Surabaya.

Mohammad Afifudin Soleh narasumber pertama memaparkan mengenai aspek hukum pidana kebiri, bahwasanya jika kita berbicara mengenai pidana kebiri maka perlu melihat keputusan MK no 138/pu7/2009 dalam pertimbangan hukum point 3.10 yang menyatakan bahwa ada tiga syarat suatu perpu itu dapat dikatakan sejalan dengan norma kontitusi yang diatur dalam pasal 22 UUD 1945. Yaitu pertama adanya keadaan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum tersebut secara cepat menurut UU, kedua, undang-undang yang di butuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada UU tetapi tidak memadai, ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU dengan prosedur biasa karena akan memerlukan waktu. " Kesimpulan bahwa perpu no 1 tahun 2016 sebetulnya terlalu terburu-buru sehingga menghilangkan pertimbangan-pertimbangan terhadap tiga syarat petusan MK.

Edo Prasetyo Tantiono menambahkan bahwa asal mula kebiri ini adalah tergolong bukan sebuah hukuman tapi kebiri ini didefinisikan sebagai seseorang yang tidak dapat memiliki keturunan. Jadi berbeda dengan konteks jangan sekarang klau kita kepikiran kebiri pasti yang kita fikirkan itu hukuman. Tetapi berbeda dengan pada masa lampau kategori kebiri ada 3, yaitu pertama dia dikebiri karena dia lahir cacat dalam artian mandul, kedua dia dikebiri karena suatu tugas tertentu seperti yang terjadi ditiongkok, orang yang bekerja untuk menjaga selir-selir raja, ketiga kebiri karena keputusan sendiri dalam artian untuk orang yang tidak mau menikah.

" Sebenarnya tujuannya pidana ini bagus yaitu untuk memberantas kekerasan seksual tapi seharusnya dilihat dulu efektif atau tidak. Karena menurut saya sendiri hukuman kebiri ini tidak akan efektif diberlakukan di Indonesia yang justru akan menimbulkan permasalahan baru nantinya, yaitu kejahatan seksual yang tidak hanya dilakukan dalam hal pemerkosaan saja dan didalam perpu ini dikatakan kebiri hanya berlaku dua tahun, " lanjut mahasiwa FH.

Sedangkan Ifada Qurotta A’yun Amalia mengatakan bahwa apabila kita berbicara kejahatan atau kekerasan seksual sudah banyak kita temui akhir-akhir ini dan banyak sekali negara-negara yang mengalami hal ini, kejatahan seperti ini memang sangat sulit dan rumit mengungkapanya karena kejatahan sendiri dikarenakan oleh faktor-faktor yang berbeda, pertama karena trauma yang berkepanjangan, lingkungan keluaraga dan faktor anti sosial. Dan untuk solusi atau penanggulanggannya saat ini yaitu adanya pencegahan, penindakan dan rehabilitasi.

Ifada melanjutkan, metode kebiri menurut sejarah ada tiga yang pertama fasektomi dimana akan dipotong saluran organ penghasil seperma, kedua, orkiektomi yaitu memindahkan atau menghilangkan organ penghasil seperma, ketiga injeksi, yaitu penyuntikan bahan kimia atau zat kimia untuk dihilangkan fungsi reproduksi.

Iva Devi Ratnaningsih menambahkan dari segi psikologinya bahwa lingkup kekerasan seksual bisa berupa pelakuan meperkosaan, sodomi, ekploitasi, simulasi berupa perabaan, pemaksaan untuk memegang kemaluan orang lain, serta memaksa anak untuk melihat kegiatan seksual. Ketika seorang korban pada masa lalunya tidak ada tindakan terapi secara berlanjut maka akan menjadi pelaku dimasa yang akan datang dan untuk pelaku sendiri perlu rehabilitasi karena tujuannya sendiri untuk membuat pelaku menyadari kesalahan serta bertanggungjawab dan merubah perilaku menjadi lebih baik.

" Kebiri menurut pandangan agama islam tidak diperbolehkan karena itu merupakan hukman yang tidak manusiawi dan dilarang oleh agama. Hukaman ini merupakan penyiksaan dan bukan tujuan dari syariat islam karena dalam hukum islam sendiri ada hukuman untuk orang yang berzina yaitu jika belum menikah maka akan dirajam sebnyak 100 kali dan diasingkan selama setahun dan jika sudah menikah akan dirajam sampai mati, " kata Madjidah Dunisak mahasiswi FH semester IV.

Lukman Hakim menambahkan jika kita lihat dari hukuman islam hukuman kebiri ini di haramkan. Karena ada suatu kisah ketika para sahabat Rasulullah meminta ijin pada Rasulullah untuk melakukan mengebirian beliau melarangnya.

Willa Wildayanti mahasiswi Ilmu komunikasi Untag Surabaya melengkapi bahwa ada kekeliruan di media online sekarang dimana mereka tidak memenuhi kode etik jurnalistik. "Banyaknya gambar fulgar yang tidak seharusnya dipertontonkan," pungkasnya.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id

N. S. Latifah

Redaksi yang malang melintang di bidang jurnalisme