Sinau Bareng Cak Nun di UNTAG Surabaya

  • 13 Juni 2016
  • 6277

Sinau bareng Emha Ainun Najib dan Kyai Kanjeng yang digelar BEM FT UNTAG Surabaya pada Kamis (9/6/2016) di Lapangan Parkir Utara mengangkat tema “Ramadhan Nusantara”. Emha Ainun Najib atau yang lebih dikenal dengan sebutan ‘Cak Nun’ ini mengingatkan kepada jama’ah dalam melakukan semua ibadah harus lillahi ta’ala.

Cak Nun dalam prolognya menjelaskan tentang term “Brahma”. Asal-usul kata Brahmana dalam struktur kasta orang Jawa, merujuk kepada sosok Nabiyallah Ibrahim Alaihissalam yang menjadi posisi tertinggi dalam derajat kemanusiaan, seperti yang dijelaskan dalam ajaran agama hindu dan budha.

Menurutnya, Brahma tidak hanya dari golongan pendeta atau pemangku agama saja, tetapi bagi siapapun yang menjadikan semua amal perbuatannya atas dasar lillahi ta’ala atau hanya mencari ridho Allah SWT semata.

“Pejabat pemerintah, pebisnis, konglomerat, bahkan petani atau tukang becak sekalipun bisa menjadi Brahma kalau mereka ikhlas mengerjakan, menjalankan tugas dan kewajibannya atas nama Allah SWT,” jelas Cak Nun.

Kasta berikutnya setelah Brahma adalah Ksatria. Kasta ini bisa dari Kasta Brahma atau Sudra, karena mereka tidak punya determinasi antara keduanya, melainkan hanya menjalankan tugas sebagaimana berada. “Oleh karena itu, presiden merupakan Ksatria jika hanya menjadi pemimpin. Prajurit akan tetap menjadi Ksatria jika hanya fokus pada posisinya tanpa tujuan apakah dia melakukan karena harta atau karena Tuhannya,” tambah Cak Nun.

Selanjutnya Kasta Sudra adalah orang yang manjadikan tujuan daripada jabatannya karena materi (uang), pemerintah baik dari tatanan pusat (presiden) sampai daerah atau desa kalau menjadikan uang sebagai tujuan daripada jabatannya maka mereka adalah Sudra.

“Di abad ke-8 Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan (kaum sudra). Oleh karena itu, masuknya Islam tidak begitu efektif menyebar, hanya sebagian kecil masyarakat sekitar Aceh yang menerima Islam. Ini karena yang menyebarkan Islam adalah kaum Sudra yang memiliki orientasi dunia (harta),” ungkapnya.

Cak Nun hanya mengingatkan bagi mereka yang sedang berproses mencari kebenaran Tuhan dalam melakukan ibadah atau sedekah adalah bukan dalam rangka mencari rejeki. Sedekah itu dalam rangka bersyukur, berbagi rejeki dan kebahagiaan. “Kalau Anda mengharapkan kembalian berlipat-lipat dari sedekah, itu bukan sedekah, tapi dagang,” ucap Cak Nun.

Kalau menyedekahkan apapun itu, tegas Cak Nun, kasihkan saja. Setelah itu jangan berharap apa-apa, walaupun yakin akan dibalas dengan berlipat ganda, tetapi ketidaktepatan dalam niat menjadikan sedekah bukan lagi sedekah, melainkan sekedar jual beli.

“Sedekahnya sudah bagus, tapi janji Tuhan jangan pernah dijanjikan oleh manusia,” kata Cak Nun.


https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id