Memandikan jenazah merupakan fardhu kifayah menurut kalangan jumhur ulama, artinya
kewajiban ini dibebankan kepada setiap mukallaf yang berada disekitar jenazah,
namun jika telah dilakukan oleh sebagian orang, maka gugur pula kewajiban
seluruh mukallaf. Merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas RA, yang
artinya
: Dari Ibn Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda tentang orang yang jatuh
dari kendaraannya lalu mati, “ mandikanlah ia dengan air dan daun bidara” (HR.
Bukhari: 1186 dan Muslim: 2092 )
Syarat Memandikan Jenazah
Saat memandikan jenazah, tidak semua orang diperkenankan
kecuali orang yang dianggap penting kehadirannya antara lain :
1.
Orang muslim, berakal, dan baligh cukup umur
2.
Orang yang memandikan jenazah wajib berniat
3.
Orang jujur, shalih, dan dapat dipercaya. Hal
ini dimaksudkan untuk menyiarkan hal yang baik dan menutup hal yang jelek
tentang si mayit
Orang Yang Memandikan Jenazah
Orang-orang yang
paling utama dalam rangka memandikan jenazah: Jika jenazah itu
laki-laki maka harus dimandikan oleh orang laki-laki dan yang lebih utama
memandikan jenazah adalah keluarganya. Jika tidak ada keluarga atau tidak mampu
memandikanya maka dimandikan oleh orang lain yang biasa memandikan jenazah.
Jika tidak ada orang laki-laki maka yang boleh memandikan jenazah laki-laki
adalah istrinya dan setelah itu mahram-mahramya yang perempuan. Sebaliknya jika
jenazah itu perempuan maka yang memandikan jenazah harus perempuan dan yang
lebih utama memandikan jenazah adalah keluarganya. Jika tidak ada keluarganya
atau tidak mampu memandikannya maka dimandikan oleh orang perempuan lain yang
biasa memandikan jenazah. Jika tidak ada orang perempuan maka yang memandikanya
adalah suaminya dan setelah itu mahram-mahramya yang laki laki.
Jika Perempuan mati
dan semuanya yang hidup laki-laki dan tidak ada suaminya atau sebaliknya,
jenazah tersebut tidak dimandikan, tetapi ditayamumkan oleh salah seorang dari
mereka dengan lapis tangan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Jika seorang perempuan meninggal dilingkungan laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal dilingkungan perempuan dan tidak ada
laki-laki selainnya maka hendaklah mayat-mayat itu ditayamumkan, lalu
dimakamkan. Keduanya itu sama halnya dengan orang yang tidak mendapatkan air (
HR Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Cara Memandikan
Jenazah
Adapun tata cara memandikan jenazah yang lengkap sebagai
berikut:
1. Jenazah diletakkan di tempat yang tinggi seperti
dipan atau balai agar tidak terkena percikan air atau basuhan yang telah
mengalir dari tubuhnya dengan posisi tidur terlentang seraya menghadap Kiblat,
Tengkuk diangkat sedikit agar air dapat mengalir
2. Memandikan jenazah di tempat yang tertutup dan tidak
boleh ada yang masuk kecuali yang memandikan dan pembantunya dan caranya agar
tubuh jenazah ditutup atau dilapisi dengan kain tipis agar auratnya atau
sesuatu yang buruk dalam tubuhnya tidak terlihat.
Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Ketika para
sahabat ingin memandikan jenazah Rasulullah saw, mereka berbeda pendapat.
Mereka berkata: “Kami tidak tahu apakah kami membuka pakaiannya?”. Ketika
mereka sedang berselisih pendapat, Allah telah menidurkan mereka. Kemudian
berkata seseorang dari sebelah rumah dan mereka tidak mengetahui siapa dia, dia
berkata: Mandikanlah Nabi dengan berpakaian. (HR Bukhari Muslim)
3. jika saat memandikan jenazah melihat sesuatu yang
bagus pada diri jenazah, maka boleh untuk dibicarakan. Namun sebaliknya apabila
melihat sesuatu yang buruk pada diri jenazah, maka tidak boleh dibicarakan,
sebab hal itu termasuk ghibah .
4. Pada waktu memandikan jenazah diusahakan bagi yang
memandikan jenazah dan pembantunya sedapat mungkin tidak melihat pada aurat
jenazah. Sebagaimana tidak boleh melihat aurat orang hidup maka bagi yang sudah
mati lebih mulia untuk tidak dilihatnya
5. Memandikan jenazah dengan air bersih dan dingin
dicampur dengan bidara
6. Perut jenazah ditekan dengan tangan kiri agar kotoran
yang ada di dalam perutnya keluar, atau dengan cara didudukan. Kemudian
menuangkan air dan membersihkan kotoran. Hal ini dilakukan agar kotoran tidak
keluar lagi setelah dimandikan.
7. Jenazah direbahkan telentang kembali untuk
dibersihkan aurat depan dan belakangnya, dan daerah sekitarnya dengan tangan
kiri yang telah terbungkus kain
8. Kemudian mengambil kain berikutnya untuk membersihkan
gigi dengan jari telunjuk dan membersihkan lubang hidungnya dari kotoran.
9. Jenazah di-wudlu-kan sebagaimana orang yang masih
hidup dengan melaksanakan rukun dan sunah wudhu. Dan yang perlu diperhatikan
adalah ketika berkumur atau saat memasukkan air ke hidung, jangan sampai air
masuk ke dalam yaitu dengan cara kepala jenazah hendaknya agak di angkat.
10. Membasuh kepala, jenggot jenazah juga dibasuh dan
disisir perlahan-lahan. Jika ada rambut yang rontok sunnat diambil dan nanti
diletakkan di dalam kain kafan.
11. Kemudian membasuh anggota badan depan jenazah yang
sebelah kanan mulai dari leher sampai ujung kakinya. Kemudian dilanjutkan pada
bagaian yang sebelah kiri.
12. Jenazah dimiringkan ke kiri untuk dibasuh bagian
belakang mulai dari tengkuk sampai ujung kaki. Kemudian dimiringkan ke kanan
untuk dibasuh bagian yang sebelahnya. Semua basuhan di atas disunnatkan memakai
air bidara atau sejenisnya
13. Basuhan kedua memakai air murni (tanpa campuran)
sebagai pembilas (pembersih). Pembasuhan ini dilakukan dari kepala sampai ke
kaki sebanyak tiga kali
14. Basuhan ketiga memakai air yang sudah dicampur
sedikit kapur barus yang sekira tidak sampai merubah keadaan air, begitu pula
pembasuhan ini dilakukan tiga kali. Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari
Ummu ‘Athiyyah ra “Nabi menemui kami sedangkan kami kala itu tengah memandikan
putrinya (zainab), lalu beliau bersabda: Mandikanlah dia tiga kali, lima kali,
atau lebih dari itu. Jika kalian memandang perlu, maka pergunakan air dan daun
bidara. (Ummu’Athiyyah mengatakan, maka kukatakan : Dengan ganjil? Beliau
menjawab: Ya). Dan buatlah di akhir mandinya itu tumbuhan kapur atau sedikit
darinya. Dan jika kalian sudah selesai memandikannya, beritahu aku. Setelah
selesai memandikan kami pun memberitahu beliau. Maka beliau melemparkan kain
kepada kami seraya bersabda: pakaikanlah ini sebagai penutup tubuhnya. (Ummu
‘Athiyyah berkata: dan kami menyisirnya menjadi 3 kepang). (dan dalam sebuah
riwayat disebutkan: maka kami menguraikan rambutnya dan kemudian membasuhnya).
(Maka kami mengurai rambutnya menjadi 3 kepang: bagian atas dan ubun-ubunnya,
dan meletakkan dibelakangnya). Ia berkata: Beliau bersabda: mulailah dengan
anggota tubuhnya yang kanan serta anggota-anggota wudhunya.” (HR. Bukhari
Muslim)
15. Sendi sendinya dilunakkan agar mudah disiapkan dalam
pengafanan.
16. Lalu dikeringkan tubuhnya dengan handuk dengan
seksama sampai tidak ada lagi air di tubuhnya yang bisa membasahi kafannya.
Sumber: http://al-badar.net/cara-syarat-hukum-dan-orang-yang-memandikan-jenazah/
https://untag-sby.ac.id
https://www.untag-sby.ac.id