Banyak orang masih menganggap diabetes sebagai penyakit yang hanya menyerang usia lanjut. Padahal, pola makan dan gaya hidup kekinian yang dijalani oleh anak muda justru bisa meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Anak muda usia 17 tahun ke atas kini menjadi kelompok yang semakin rentan terhadap penyakit ini.
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi. Hal ini terjadi akibat gangguan pada hormon insulin, yang seharusnya mengatur kadar gula darah.
Ketika insulin tidak bekerja dengan baik, kadar gula darah pun meningkat dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Ada dua jenis diabetes yang perlu diketahui:
- Diabetes tipe 1:
Terjadi karena kerusakan pada pankreas, sehingga tubuh kekurangan insulin. Penyebabnya bisa faktor genetik atau gangguan autoimun.
- Diabetes tipe 2:
Jenis yang paling umum, di mana pankreas masih memproduksi insulin, namun tubuh tidak merespons insulin dengan baik. Ini dikenal sebagai resistensi insulin, yang membuat kadar gula darah tetap tinggi meskipun insulin ada.
Anak Muda Harus Waspada Diabetes
Data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2025 menunjukkan bahwa di dunia ada sekitar 557 juta orang yang menderita diabetes. Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sekitar 12% dari kasus diabetes tipe 2 terjadi pada kelompok usia 15–24 tahun. Bahkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, ada 19,5 juta orang penderita diabetes, dan jumlah kasus baru pada usia muda terus meningkat.
Usia 17 tahun ke atas adalah fase awal kemandirian, di mana seseorang mulai menentukan sendiri pilihan makanan, aktivitas, dan gaya hidup. Sayangnya, tren saat ini memperlihatkan pola makan tinggi gula, konsumsi makanan cepat saji, kurang olahraga, serta aktivitas yang lebih banyak dilakukan sambil duduk dalam waktu lama. Semua ini menjadi faktor risiko yang serius.
Penelitian menunjukkan bahwa individu usia 17–24 tahun yang mengalami obesitas dan memiliki pola hidup tidak sehat memiliki risiko 2–5 kali lebih besar terkena diabetes dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan normal. Jika ditambah dengan riwayat keluarga yang memiliki diabetes, maka risiko dapat meningkat 2–3 kali lipat.
Mengenali Gejala Diabetes Sejak Dini
Diabetes sering kali tidak menimbulkan gejala yang jelas pada awalnya. Bahkan seseorang yang kadar gula darahnya tinggi dapat merasa tubuhnya baik-baik saja. Namun, terdapat beberapa gejala yang dapat menjadi peringatan dini, antara lain seperti sering buang air kecil di malam hari, rasa haus yang berlebihan, berat badan turun tanpa sebab yang jelas, kesemutan atau mati rasa, penglihatan kabur, luka yang sulit sembuh, dan mudah lelah.
Rasa kantuk setelah makan juga sering dianggap sebagai gejala diabetes, padahal tidak selalu demikian. Setelah makan, tubuh memang secara alami mengarahkan aliran darah ke saluran pencernaan, sehingga suplai darah ke otak sedikit berkurang dan menimbulkan rasa kantuk. Namun, jika disertai gejala lain yang telah disebutkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Asupan Gula yang Masih Aman
Konsumsi minuman manis berlebihan merupakan salah satu penyebab utama lonjakan kasus diabetes pada anak muda. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, konsumsi minuman manis pada kelompok usia 17–24 tahun meningkat dari tahun 2018 hingga 2023. Satu botol teh atau kopi kemasan bahkan bisa mengandung 60–80 gram gula, padahal batas aman konsumsi gula per hari hanya 50 gram atau sekitar 3–4 sendok makan.
Dalam sebuah dokumenter ilmiah yang menelusuri sejarah penggunaan gula, ditunjukkan bahwa aktivitas otak setelah mengonsumsi gula menyerupai aktivitas otak yang terstimulasi oleh zat adiktif, seperti narkoba. Inilah sebabnya konsumsi gula yang berlebihan bisa menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan.
Kopi dan Pemanis Alami
Konsumsi kopi tidak secara langsung memengaruhi kadar gula darah, karena kafein bekerja melalui jalur yang berbeda, yaitu dengan merangsang pembuluh darah. Yang perlu diperhatikan adalah jumlah gula yang ditambahkan ke dalam kopi. Jika ingin tetap menikmati rasa manis, pemanis seperti stevia bisa menjadi alternatif yang lebih aman. Namun, perlu diperhatikan komposisinya, karena tidak semua produk stevia murni tanpa tambahan pemanis buatan.
Gaya Hidup dan Faktor Risiko Diabetes Lainnya
Banyak kebiasaan di kalangan anak muda yang dapat memicu diabetes, seperti kurang tidur, di mana tidur kurang dari 6 jam per hari dapat meningkatkan risiko diabetes hingga 30%. Selain itu, duduk terlalu lama, lebih dari 6 jam per hari, juga dapat meningkatkan risiko hingga 40%. Jika kedua kebiasaan ini terjadi bersamaan, yaitu kurang tidur dan duduk dalam waktu lama, maka risiko terkena diabetes bisa semakin besar dan memperparah kondisi kesehatan secara keseluruhan.
Selain itu, stres berkepanjangan juga menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Saat stres, tubuh melepaskan hormon kortisol, yang dapat mengganggu kerja hormon insulin dan meningkatkan kadar gula darah.
Pencegahan Diabetes Yang Masih Mungkin Dilakukan
Kabar baiknya, diabetes adalah penyakit yang bisa dicegah dengan langkah-langkah sederhana. Beberapa cara untuk mencegahnya antara lain menjaga pola makan yang sehat, mengurangi konsumsi gula, berolahraga minimal 30 menit setiap hari, memastikan istirahat yang cukup, dan mengelola stres dengan cara yang sehat. Dengan melakukan hal-hal ini, risiko terkena diabetes bisa ditekan secara signifikan.
Jika diabetes tidak terdeteksi sejak dini, dampaknya bisa sangat serius. Anak muda yang terdiagnosis diabetes berisiko mengalami komplikasi seperti penyakit jantung dan ginjal 10–15 tahun lebih awal dibandingkan mereka yang mengalaminya di usia lanjut. Namun, kabar baiknya adalah diabetes adalah penyakit yang dapat dicegah. Dengan mengatur pola hidup dan pola makan yang sehat, kita bisa terhindar dari risiko tersebut.
Tetapi, jika sudah terlanjur terkena, deteksi dini adalah langkah pertama yang sangat penting. Semakin cepat diketahui, semakin besar peluang untuk mencegah komplikasi. Jika terlambat, dampaknya bisa mengganggu kualitas hidup, bahkan mengancam nyawa, terutama jika terkena pada usia muda.
*) dr. Dimas Aryo Pamungkas, Sp.PD, Ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Profesi Dokter, Dosen Bidang Ilmu Spesialias Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya
Reporter