Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Dalam pandangan Umat Kristiani, pernikahan merupakan persekutuan ekslusif antara seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan adalah satu komitmen dimana terdapat hak dana kewajiban yang harus ditunaikan secara timbal balik. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dan memerintahkan mereka untuk beranak cucu. Dalam Alkitab, perkawinan, menurut ikrarnya, harus tetap dipertahankan.
Ikrar perkawinan umumnya menyatakan bahwa kedua mempelai sedang mempertahankan sebuah komitmen seumur hidup. Tetapi, saat ini banyak orang tidak lagi merasa terikat oleh janji yang khidmat tersebut. Banyak sekali pasangan suami - istri yang memutuskan cerai setelah beberapa bulan menikah, atau setelah puluhan tahun menikah.
Penghargaan terhadap perkawinan seakan semakin memudar. Oleh karena itu, Alkitab memberikan sebuah penjelasan, dalam Timotius 3:1-3, dan bandingkan dengan apa yang anda amati di dunia saat ini. Ayat tersebut berbunyi, ‘’Pada hari-hari terakhir akan datang masa kritis yang sulit dihadapi. Sebab orang-orang akan menjadi pencinta diri sendiri, pencinta uang, tidak berterima kasih, tidak loyal, tidak memiliki kasih sayang alami, tidak suka bersepakat, tidak mempunyai pengendalian diri.’’ Nubuat tersebut sangat akurat. Sikap-sikap semacam itu lah yang merusak dan melemahkan ikatan perkawinan.
Banyak orang telah mengabaikan sebuah kehormatan terhadap perkawinan. Pada mulanya, Allah tidak mengatakan bahwa ikatan perkawinan hanya bersifat sementara. Ia mempersatukan pria dan wanita pertama, yang dicatat di Kejadian 2:21-24, dan di situ tidak disebutkan tentang opsi untuk bercerai atau berpisah. Sebaliknya, ayat 24 mengatakan, ‘’Seorang pria akan meninggalkan bapaknya dan ibunya dan ia harus berpaut pada istrinya dan mereka harus menjadi satu daging.’’ Apa yang dimaksud dengan ayat tersebut ?
Bayangkan tubuh manusia, bagaimana jaringan-jaringan yang berbeda dijalin dengan kuat dan bagaimana tulang-tulang bersambungan dalam persendian yang kuat dan antigesek. Itu benar-benar persatuan yang hebat dan kuat. Tetapi, bayangkan betapa sakitnya apabila organisme yang tiada taranya ini sampai mengalami cedera yang serius. Oleh karena itu, dalam Kejadian 2:24, istilah ‘’satu daging’’ menandakan keintiman dan permanennya ikatan perkawinan. Istilah itu juga menyiratkan peringatan bahwa jika ikatan tersebut sampai terputus, rasa sakit yang ditimbulkannya akan sangat luar biasa.
Meskipun angin perubahan selama ribuan tahun telah berulang kali mengubah pandangan manusia, Allah tetap memandang perkawinan sebagai ikatan seumur hidup. Kira-kira 2.400 tahun yang lalu, beberapa pria Yahudi menelantarkan istri mereka yang pertama dan menikahi wanita-wanita yang lebih muda. Allah mengutuk praktek ini, menyatakan melalui nabi-Nya Maleakhi, ‘’Hai, kamu sekalian, jagalah dirimu sehubungan dengan rohmu, dan terhadap istri masa mudanya. Semoga tidak seorang pun berkhianat. Sebab ia membenci perceraian,’’ kata Yehuwa, Allah Israel - Maleakhi 2:15, 16.
Lebih dari empat abad kemudian, Yesus menegaskan kembali pandangan Allah yang semula tentang perkawinan sewaktu ia mengutip kejadian 2:24 dan kemudian mengatakan, ‘’Apa yang telah Allah letakkan di bawah satu hendaknya tidak dipisahkan manusia.’’ (Matius 19:5, 6) Bertahun-tahun kemudian, rasul Paulus menginstruksikan bahwa ‘’seorang istri tidak pergi dari suaminya’’ dan bahwa ‘’seorang suami janganlah meninggalkan istrinya’’. (1 Korintus 7:10, 11) Ayat-ayat ini dengan akurat menyatakan pandangan Allah tentang perkawinan.
Apakah ada ketentuan Alkitab tentang berakhirnya suatu perkawinan? Ya, perkawinan berakhir sewaktu salah satu pasangan meninggal. (1 Korintus 7:39) Perzinaan juga dapat mengakhiri perkawinan jika pihak yang tak bersalah mengambil keputusan tersebut. (Matius 19:9) Selain itu, Alkitab menganjurkan suami-istri untuk tetap bersama.
Sumber : https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/102001087
Reporter : YRS
Editor : LA_unda