Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan kondisi tubuh semakin rentan terserang berbagai penyakit. Namun bukan berarti HIV tidak dapat dikendalikan.
Menurut Pelaksana Pelayanan Poliklinik YPTA Surabaya, Aliyatur Rofiah, S.Kep.Ns, kasus HIV di Indonesia seperti gunung es.
“Sayangnya, orang takut untuk di tes status HIV. Ini membuat deteksi kasus HIV menjadi sangat sulit,” katanya
Deteksi kasus HIV di masyarakat membutuhkan kerjasama banyak pihak. Salah satunya adalah kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
“Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki jejaring, mereka dapat mendukung dan mengidentifikasi orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV,” ujarnya
Keluarga memainkan berperan penting dalam pengendalian pasien HIV. Keluarga diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai tentang HIV. Pengetahuan ini mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap pasien HIV.
“Kasus HIV kemungkinan besar ada pada kelompok risiko tinggi namun tidak menutup kemungkinan muncul pada kelompok risiko rendah. Peran keluarga dapat menciptakan lingkungan yang positif bagi orang penderita HIV. Keluarga dapat memberikan perlindungan dan memberikan dukungan emosional agar penderita berobat dan melakukan memeriksakan secara rutin,” jelas Aliya
Begitupun tenaga kesehatan juga berperan aktif dalam proses pengawasan upaya mengendalikan dan mencegah keberadaan HIV.
Penyediaan layanan konseling terpadu turut menjadi tugas tenaga kesehatan dalam hal ini. Ada berbagai konseling layanan yang sudah berjalan seperti konseling pencegahan HIV dari ibu ke anak, layanan tes dan konseling HIV terintegrasi (PITC), hingga konseling sukarela oleh masyarakat (VCT).
“Program yang ada seperti diagnostik dan pengujian HIV serta pengobatan menggunakan ARV sudah ada di pelayanan kesehatan. Bagi penderita diharapkan berkoordinasi dengan layanan kesehatan setempat untuk mendapat layanan ini,” papar Aliya
Sementara pemerintah diharapkan terus mengembangkan kebijakan serta strategi dalam menanggulangi fenomena ini.
“Strategi dapat berfokus pada pencegahan, pengobatan, perawatan, hingga dukungan masyarakat terhadap individu penderita HIV. Pentingnya peningkatan akses perawatan, ketersediaan pengobatan, perluasan akses perawatan, dan menyediakan informasi yang benar tentang HIV,” ungkap Aliya
Terdapat beberapa program ABCD yang dapat menjadi cara untuk mencegah terjadinya HIV. Ialah Abstinence, tidak melakukan hubungan seks sebelum waktunya. Be faithful, jujurlah kepada pasangan masing-masing atas apa yang terjadi. Condom, menggunakan kondom. Drugs No, tidak mengkonsumsi obat-obatan berbahaya. Dengan menerapkan hal tersebut secara maksimal dengan dukungan komunikasi risiko, promosi kesehatan, dan media yang tepat dapat menjadi strategi menurunkan jumlah penderita HIV.
“Sektor swasta juga berperan, pemerintah, akademisi dalam melakukan penelitian serta pengembangan inovasi, media massa dalam memberikan info yang akurat, sampai masyarakat dan keluarga dalam mengurangi stigma dan diskriminasi. Dengan penggunaan konsep multi helix ini harapannya pengendalian HIV bisa berjalan optimal,” pungkasnya (Elisa)