Portal Berita Online YPTA 1945 Surabaya
Donor darah merupakan salah satu kegiatan yang sangat mulia menurut pandangan agama Islam, karena menolong sesama umat muslim yang lagi membutuhkan. Mendonorkan darah memiliki berbagai manfaat, bukan hanya untuk kemanusiaan, tetapi juga untuk diri sendiri. Namun, ketika seorang muslim berpuasa, terutama saat menjalani puasa Ramadan, apa hukum donor darah tersebut ?
Mendermakan (menyumbang, red) kebaikan untuk orang lain dalam bentuk apa pun merupakan hal yang dianjurkan oleh agama. Donor darah termasuk di antaranya. Allah memerintahkan agar kita saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Nabi juga menegaskan seseorang yang menghilangkan kesusahan saudaranya di dunia, Allah kelak akan menghilangkan penderitaannya di akhirat.
Donor darah mempunyai beberapa fungsi bagi sang pendonor. Fungsi-fungsi tersebut adalah menjaga kesehatan jantung, meningkatkan produksi sel darah merah, membantu menurunkan berat badan, mendapatkan kesehatan secara psikologis, dan dapat mendeteksi penyakit serius.
Donor darah yang dilakukan dengan proses injeksi di bagian tangan, tidak dapat membatalkan puasa. Sebab tidak ada benda yang masuk ke anggota tubuh bagian dalam melalui rongga terbuka. Donor darah tidak lebih merupakan proses melukai tubuh yang tidak mempengaruhi keabsahan puasa, sama seperti melukai tubuh dengan batu, jarum, pisau atau benda-benda lainnya. Bedanya kalau donor darah tidak berdosa, karena melukai tubuhnya berdasarkan kebutuhan yang dibenarkan syariat, sedangkan melukai tubuh tanpa ada tujuan yang jelas hukumnya haram.
M. Mubasysyarum Bih menjelaskan donor darah yang dilakukan dengan proses injeksi di bagian tangan, tidak dapat membatalkan puasa. Sebab tidak ada benda yang masuk ke anggota tubuh bagian dalam melalui rongga terbuka. Proses pengambilan darah tersebut, hanya sekedar melukai tubuh pada pengambilan darah dan tidak mempengaruhi keabsahan puasa. Hal ini sama dengan ketika tubuh terluka akibat batu, jarum, pisau, atau benda lainnya.
Donor darah tidak memiliki ketentuan hukum yang sama dengan hijamah (bekam), yaitu metode pengobatan dengan cara mengeluarkan darah statis (kental) yang mengandung toksin dari dalam tubuh manusia dengan cara melakukan pemvakuman di kulit dan pengeluaran darah darinya. Hijamah menurut mayoritas Ulama Madzahib al-Arbaah tidak membatalkan puasa. Sedangkan menurut mazhab Hanabilah membatalkan puasa, baik bagi orang yang membekam atau yang dibekam.
Bila merujuk pendapat mayoritas ulama, maka persoalan menjadi jelas bahwa donor darah tidak membatalkan puasa sebagaimana bekam. Demikian pula ketika berpijak dari pendapat Hanabilah, donor darah tidak membatalkan puasa.
Syekh Manshur bin Yunus al-Bahuti, salah seorang pembesar ulama Hanabilah, membedakan antara hijamah dan tindakan melukai tubuh lainnya. Menurut al-Bahuti, melukai tubuh dengan selain hijamah tidak dapat membatalkan puasa karena dua alasan. Pertama, tidak ada nashnya. Kedua, tidak didukung analogi (qiyas) yang mapan.
Beliau dalam karya monumentalnya, Kassyaf al-Qina berkata:
‘’Dan tidak batal puasa bila orang yang berpuasa melukai dirinya atau dilukai orang lain atas izinnya dan tidak ada sesuatu apapun dari alat melukai yang sampai ke bagian tubuh bagian dalam, meski tindakan melukai sebagai ganti dari hijamah. Tidak pula membatalkan puasa disebabkan al-Fashdu (mengeluarkan darah dengan merobek otot), al-Syarthu (menyayat kulit untuk menyedot darah), dan mengeluarkan darah dengan mimisan. Sebab tidak ada nash (syariat) di dalamnya sedangkan metode qiyas tidak menuntutnya’’, (Syekh Manshur bin Yunus al-Bahuti, Kassyaf al-Qina, juz 2, hal. 320).
Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam karya fiqihnya yang mengomparasikan berbagai mazhab mengklasifikasi tindakan melukai tubuh selain hijamah ke dalam hal-hal yang tidak dapat membatalkan puasa. Beliau tidak menyebutkan terdapat ikhtilaf ulama dalam persoalan ini, berbeda dengan hijamah yang disebutkan ikhtilafnya. Beliau menegaskan:
‘’Orang yang berpuasa tidak batal dengan hal-hal sebagai berikut ; dan mengeluarkan darah sebab mimisan, melukai diri atau dilukai orang lain atas seizinnya dan tidak ada sesuatu dari alatnya yang masuk pada lubang tubuh, meski sebagai ganti dari hijamah, sebab tidak ada nash di dalam hal tersebut dan qiyas tidak menuntutnya’’, (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-FIqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 3, hal. 1730).
Demikian penjelasan mengenai hukum donor darah bagi orang yang berpuasa. Semoga bermanfaat.
Sumber : http://www.nu.or.id/post/read/106491/hukum-donor-darah-saat-puasa
https://tirto.id/hukum-donor-darah-saat-puasa-di-bulan-ramadan-dTKZ
Reporter : MKM
Editor : LA_unda